LIMBAH INDUSTRI ORGANIK PADA TANAH

Pendahuluan

Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahan alam. Tanahnya sangat subur dan memberikan banyak manfaat bagi masyarakat. Sayangnya, saat ini tanah yang merupakan sumber daya alam mulai tercemar akibat perkembangan industry yang semakin banyak. Setiap industry pastinya menghasilkan sisa proses pemproduksian. Sisa tersebut biasanya disebut dengan limbah industry.

Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia Senyawa organik dan Senyawa anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah.

Limbah industry tersebut juga dapat memberikan dampak terhadap tanah. Biasanya, penangangan terhadap limbah industry kurang sempurna sehingga berdampak negative terhadap tanah. Pada makalah ini akan dibahas tentang limbah industry organic dengan beberapa informasi mengenai jejak, tabiat, dampak, cara pencegahan, dan cara penanggulangannya pada tanah.


Karakteristik Limbah Industri Organik

Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga). Dimana masyarakat bermukim, disanalah berbagai jenis limbah akan dihasilkan. Ada sampah, air kakus (black water), dan juga tedapat air buangan dari berbagai aktivitas domestik lainnya (grey water).

Dari pengertian tersebut, limbah industry merupakan sisa dari suati proses industry yang dihasilkan pada wilayah industri. Berdasarkan karakteristiknya limbah industri dapat dibagi menjadi empat bagian, yakni:

1. Limbah cair biasanya dikenal sebagai entitas pencemar air. Komponen pencemaran air pada umumnya terdiri dari bahan buangan padat, bahan buangan organik, dan bahan buangan anorganik.

2. Limbah padat

3. Limbah gas dan partikel

4. Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun).

Limbah organik berasal dari beberapa sumber yaitu antara lain dari dapur atau rumah tangga, pasar, rumah atau sakit, perumahan, pertokoan atau perkantoran, hotel atau restoran, pertanian, peternakan atau rumah potong, pengolahan hasil pertanian atau peternakan dan sampah kota. Dari pengertian tersebut, limbah industry organic merupakan limbah hasil industry yang memiliki sifat kimia organic yaitu dapat teruarai secara alami di lingkungan. Senyawa kimia organik yang termasuk limbah industri organik antara lain benzena, naftalena, anthracene, sianida, amonia, fenol, cresols bersama-sama dengan berbagai senyawa organik yang lebih kompleks yang dikenal secara kolektif sebagai Polycyclic Aromatic Hydrocarbon (PAH).

Limbah industry tersebut biasanya dibuang pada sungai dan hanya sedikit yang ditemukan pada tanah. Untuk tanah, peredaran limbah tersebut dimulai pada proses pembunagan limbah. Limbah tersebut biasanya dibuang begitu saja pada area tanah tanpa proses penanganan lebih lanjut.

Pembuangan tersebut menghasilkan pengaruh terhadap lingkungan. Hal itu dikarenakan adanya sifat fisik dan kimia pada limbah industry organic yang dapat bereaksi terhadap tanah. Suatu limbah industry organic dikatakan berbahaya jika mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena sifat, konsentrasinya, dan jumlahnya secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan, merusak, dan dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya. Di antara berbagai jenis limbah ini ada yang bersifat beracun atau berbahaya dan dikenal sebagai limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah B3).

Suatu limbah digolongkan sebagai limbah B3 bila mengandung bahan berbahaya atau beracun yang sifat dan konsentrasinya, baik langsung maupun tidak langsung, dapat merusak atau mencemarkan lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan manusia.Yang termasuk limbah B3 antara lain adalah bahan baku yang berbahaya dan beracun yang tidak digunakan lagi karena rusak, sisa kemasan, tumpahan, sisa proses, dan oli bekas kapal yang memerlukan penanganan dan pengolahan khusus. Bahan-bahan ini termasuk limbah B3 bila memiliki salah satu atau lebih karakteristik berikut: mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, bersifat korosif, dan lain-lain, yang bila diuji dengan toksikologi dapat diketahui termasuk limbah B3.


Pencemaran Tanah akibat Limbah Industri Organik

Pada dasarnya, pencemaran tanah adalah keadaan di mana bahan kimia buatan manusia masuk dan merubah lingkungan tanah alami. Pencemaran ini biasanya terjadi karena kebocoran limbah cair atau bahan kimia industri atau fasilitas komersial, penggunaan pestisida, masuknya air permukaan tanah tercemar ke dalam lapisan sub-permukaan, kecelakaan kendaraan pengangkut minyak, zat kimia, atau limbah, air limbah dari tempat penimbunan sampah, serta limbah industri yang langsung dibuang ke tanah secara tidak memenuhi syarat (illegal dumping). Untuk pencemaran akibat limbah industry organic tentunya buangan berasal dari kawasan industry yang dibuang di area tanah tanpa pengangan lebih lanjut.

Ketika suatu zat berbahaya atau beracun telah mencemari permukaan tanah, maka zat tersebut dapat menguap, tersapu air hujan dan atau masuk ke dalam tanah. Pencemaran yang masuk ke dalam tanah kemudian terendap sebagai zat kimia beracun di tanah. Zat beracun di tanah tersebut dapat berdampak langsung kepada manusia ketika bersentuhan atau dapat mencemari air tanah dan udara di atasnya.

Pencemaran tersebut memiliki dampak terhadap beberapa sector, misalnya :

a. Pada kesehatan

Dampak pencemaran tanah akibat limbah industry organic terhadap kesehatan tergantung pada tipe polutan, jalur masuk ke dalam tubuh, dan kerentanan populasi yang terkena. Paparan kronis (terus-menerus) terhadap benzena pada konsentrasi tertentu dapat meningkatkan kemungkinan terkena leukemia. Organofosfat dan karmabat dapat menyebabkan gangguan pada saraf otot. Terdapat beberapa macam dampak kesehatan yang tampak seperti sakit kepala, pusing, letih, iritasi mata dan ruam kulit untuk paparan bahan kimia yang disebut di atas. Dampak tersebut juga berlaku untuk limbah industry organic lain seperti naftalena, anthracene, sianida, amonia, fenol, cresols.

b. Pada Ekosistem

Pencemaran tanah akibat limbah industry organic seperti benzena, naftalena, anthracene, sianida, amonia, fenol, cresols juga dapat memberikan dampak terhadap ekosistem. Perubahan kimiawi tanah yang radikal dapat timbul dari adanya bahan kimia beracun atau berbahaya bahkan pada dosis yang rendah sekalipun. Perubahan ini dapat menyebabkan perubahan metabolisme dari mikroorganisme endemik dan antropoda yang hidup di lingkungan tanah tersebut. Akibatnya bahkan dapat memusnahkan beberapa spesies primer dari rantai makanan, yang dapat memberi akibat yang besar terhadap predator atau tingkatan lain dari rantai makanan tersebut. Bahkan jika efek kimia pada bentuk kehidupan terbawah tersebut rendah, bagian bawah piramida makanan dapat menelan bahan kimia asing yang lama-kelamaan akan terkonsentrasi pada makhluk-makhluk penghuni piramida atas. Banyak dari efek-efek ini terlihat pada saat ini, seperti konsentrasi DDT pada burung menyebabkan rapuhnya cangkang telur, meningkatnya tingkat Kematian anakan dan kemungkinan hilangnya spesies tersebut.

Dampak pada pertanian terutama perubahan metabolisme tanaman yang pada akhirnya dapat menyebabkan penurunan hasil pertanian. Hal ini dapat menyebabkan dampak lanjutan pada konservasi tanaman di mana tanaman tidak mampu menahan lapisantanah dari erosi. Beberapa bahan pencemar ini memiliki waktu paruh yang panjang dan pada kasus lain bahan-bahan kimia derivatif akan terbentuk dari bahan pencemar tanah utama.


Parameter Dampak Limbah Industri Organik terhadap Tanah

Berdasarkan pembahasan tersebut di atas telah tampak jejak, tabiat, serta dampak dari limbah industry organic. Dari ketiga faktor tersebut dapat diaplikasikan dengan ilmu kimia lingkungan yang menghasilkan baku mutu terhadap tanah. Baku mutu digunakan untuk membatasi jumlah penambahan bahan tercemar yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan. Dengan begitu, suatu tanah dikatakan tercemar oleh limbah industry organic bila jumlah limbah organic tersebut menyalahi baku mutu terhadap pengolahan tanah.

Pada saat ini pemerintah belum memiliki standar atau baku mutu untuk pengelolaan tanah terkontaminasi limbah B3 dari kegiatan lainnya. Baku mutu pengelolaan limbah B3 yang sudah ada saat ini adalah Baku mutu total kadar maximum limbah B3 dan Toxicity Charateristic Leaching Procedure (TCLP) yang ada di Kepdal No. 04 atau 09 atau 1995 tentang tatacara persyaratan penimbunan hasil pegolahan, persyaratan lokasi bekas pengolahan dan lokasi bekas penimbunan limbah bahan berbahaya dan beracun tidak dapat secara otomatis atau langsung dijadikan acuan sebagai pengganti baku mutu untuk tanah terkontaminasi limbah B3. Baku mutu Total Kadar Maximum Limbah B3 dan TCLP yang ada dalam Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No 04 atau 09 atau 1995 ini tidak bisa mewakili nilai bebas terkontamisi limbah B3. Total kadar maximum limbah B3 adalah baku mutu untuk menentukan apakah suatu limbah B3 termasuk kategori landfill kelas I, II,atau III, sedangkan Uji TCLP adalah uji untuk mengukur kadar atau konsentrasi parameter dalam lindi dari limbah B3 dan menunjukkan angka layak tidaknya limbah untuk dilandfil.

Dalam penanganan lahan terkontaminasi limbah B3 dari industri, baku mutu dalam Kepdal No. 04 atau 09 atau 1995 ini hanya digunakan untuk menangani kasus kasus tertentu seperti pengangkatan (clean up) bunker limbah B3 dari bekas painting sludge dari kegiatan industri otomotif.

Selain baku mutu, juga terdapat titik reference yang merupakan metode berdasar titik reference ini biasanya digunakan apabila belum memiliki standar atau Baku Mutu lahan terkontaminasi. Metoda pengambilan titik reference ini sangat sederhana yaitu membandingkan tanah sekitar yang belum tercemar untuk dijadikan acuan akhir (reference) penanganan lahan terkontaminasi. Kriteria unsur yang perlu dianalisa dari titik reference ini disesuaikan dengan kemungkinan jenis unsur atau senyawa kontaminan utamanya. Hasil pengukuran karakteristik tanah yang dijadikan sebagai reference (acuan) atau pembanding dalam penanganan lahan terkontaminasi dapat menunjukan karaktristik tanah yang cukup bervariasi antara satu daerah dengan daerah lainnya.

Selain baku mutu dan titik reference, ada studi Risk Base Screening Level (RBSL) yang digunakan bila acuan yang ada seperti baku mutu ataupun titik reference tidak bisa dicapai sehingga dalam penanganan lahannya disepakati untuk mengacu kepada standar lain yang ada dinegara lain yang paling mendekati kondisi lokasi terjadinya lahan terkontaminasi. Studi RBSL yang di adopsi dan sudah dipakai KLH adalah studi RBSL yang dikeluarkan oleh USEPA Region IX.


Cara Penanggulangan Limbah Industri Organik pada Tanah

Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah. Ada beberapa langkah penangan untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh pencemaran tanah akibat limbah industry organic, diantaranya:

· Remidiasi

Remediasi adalah kegiatan untuk membersihkan permukaan tanah yang tercemar. Ada dua jenis remediasi tanah yaitu, in-situ atau on-site dan ex-situ atau off-site. Pembersihan on-site adalah pembersihan di lokasi. Pembersihan ini lebih murah dan lebih mudah, terdiridari pembersihan, venting (injeksi), dan bioremediasi.
Pembersihan off-site meliputi penggalian tanah yang tercemar akibat benzena, naftalena, anthracene, sianida, amonia, fenol, cresols, dan lain-lain kemudian dibawa ke daerah yang aman. Setelah itu di daerah aman, tanah tersebut dibersihkan dari zat pencemar . Caranya yaitu, tanah tersebut disimpan di bak atau tanki yang kedap, kemudian zat pembersih dipompakan ke bak atau tangki tersebut. Selanjutnya zat pencemar dipompakan keluar dari bak yang kemudian diolah dengan instalasi pengolah air limbah. Pembersihan off-site ini jauh lebih mahal dan rumit.

· Insenerasi (Pembakaran)

Pada saat ini, pengolahan limbah organik dilakukan secara insenerasi (pembakaran). Pembakaran limbah organik menggunakan insenerator menimbulkan masalah emisi gas beracun walaupun insenerator telah dilengkapi dengan sistem penanganan gas buang (Off Gas Treatment System).

Untuk mengatasi adanya bahan beracun dalam gas buangan, telah

dikembangkan pengolahan limbah organik secara elektrokimia di Inggris,

Amerika, Korea, dan negara-negara maju yang lain. Pengolahan limbah organic secara elektrokimia mempunyai beberapa keuntungan dari segi keselamatan dibandingkan dengan menggunakan insenerator, karena operasi (proses) pada suhu rendah, tidak ada gas buangan yang beracun, dan tidak menimbulkan limbah sekunder[2]. Kekurangan proses ini adalah kapasitasnya terbatas yaitu, kapasitas maksimum 75 liter atau hari.

· Adsorbsi dengan Karbon Aktif

Karbon aktif merupakan bahan adsorpsi dengan permukaan lapisan yang luas dengan bentuk butiran (granular) atau serbuk (powder). Bahan dasar utama yang digunakan sebagai karbon aktif adalah material organic dengan kandungan karbon yang tinggi. Telah banyak penelitian penelitian mengenai bahan karbon aktif dengan bahan murah dan tersedia banyak seperti tempurung kelapa, tempurung kemiri dan serat kayu. Karbon aktif biasa digunakan sebagai adsorben karena kemampuan adsorpsinya yakni menyisihkan substansi dari air. Sebuah proses penyisihan partikel yang terikat pada permukaan adsorben mengunakan gaya tarik kimia maupun fisika.

Untuk limbah industry organic, interaksi suatu senyawa organik dan permukaan adsorben dapat terjadi melauli tarikan elektrostatik atau pembentukan ikatan kimia yang spesifik misalnya ikatan kovalen. Sifat-sifat molekul organik seperti struktur, gugus fungsional dan sifat hidrofobik berpengaruh pada sifat-sifat adsorpsi.

READ MORE - LIMBAH INDUSTRI ORGANIK PADA TANAH